Pengelolaan Lansekap Wilayah Pesisir Studi Kasus: Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Prapat Benoa
Diposting oleh Unknown
Oleh:
Dewa Ayu Bulan Indrayuni
Abstrak
Hutan
mangrove memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia yang ada di daratan.
Hutan mangrove yang merupakan ekoton antara daratan dan laut menjadi buffer dari terjangan air laut yang
dapat mengancam keselamatan manusia. Kurangnya pengelolaan yang baik dan
pengawasan pada pemanfaatan mangrove oleh masyarakat sekitar maupun instansi
terkait, menyebabkan hutan mangrove mengalami kerusakan dan terancam punah.
Kawasan
pesisir merupakan daerah perbatasan antara daratan dan perairan dimana
aktivitas di daratan dan lautan masih saling mempengaruhi. Pada kawasan
pesisir, aktivitas pada ekosistem daratan dan ekosistem perairan masih saling
berinteraksi.
Secara
ekologis wilayah pesisir adalah suatu kawasan yang merupakan wilayah peralihan
antara laut dan daratan. Wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti
penggundulan hutan dan pencemaran. Wilayah pesisir ke arah daratan, baik yang
kering maupun terendam air masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang
surut, angin laut dan perembesan air asin (Dahuri et al. 1996).
Defenisi
di atas memberikan suatu pengertian
bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan
habitat yang beragam, baik di darat maupun di laut dan antara habitat tersebut
saling berinteraksi. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir
merupakan wilayah yang paling rentan terhadap dampak negatif aktivitas manusia.
Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung atau tidak langsung berdampak terhadap
ekosistem pesisir (Primavera 2006).
Dilihat
dari potensi ekonominya, kawasan pesisir memiliki posisi strategis dalam
pembangunan alokasi perekonomian maupun pendistribusian sumberdaya ekonomi
suatu wilayah. Dilihat dari potensi ekonominya, kawasan pesisir dibagi menjadi
tiga unsur yakni: berdasarkan kesesuaian dan kekayaan sumberdaya yang dimiliki
yang berguna bagi aktivitas ekonomi, misalnya untuk kegiatan tambak,
pengembangan pelabuhan, dan lain sebagainya. Lalu berdasarkan fungsi kawasan
pesisir sebagai lokasi rehabilitasi atau konservasi ekosistem perairan maupun
ekosistem darat yang ada disekitarnya. Dan yang terakhir, berdasarkan
pemanfaatan kawasan pesisir bagi aktivitas social masyarakat sekitar. Berbagai
kegiatan bernilai-nilai yang memiliki
fungsi social dapat dilakukan pada kawasan pesisir.
Begitu
juga halnya dengan pesisir di Bali. Di Bali, pesisir memiliki nilai ekonomis
yang tinggi karena sebagian besar pesisir di Bali menjadi sebuah tujuan wisata
bagi para wisatawan baik local maupun mancanegara. Selain sebagai objek wisata,
pesisir di Bali juga banyak dimanfaatkan sebagai tempat melaksanakan ritual
keagamaan seperti melasti, melukat,
dan lain sebagainya.
Selain dua hal
diatas, wilayah pesisir di Bali juga dimanfaatkan sebagai daerah konservasi
dengan ditanami tanaman bakau (mangrove).
Mangrove yang ditanam pada wilayah
pesisir Bali, dapat menjadi pemecah ombak sehingga abrasi dapat diminimalisir,
sebagai benteng dari terjangan ombak yang kuat, sebagai penetral pH air laut
sehingga air laut menjadi tawar, dan juga dapat sebagai penangkaran (sanctuary) bagi binatang yang hidup pada
ekosistem bakau.
Mangrove
merupakan salah satu jenis hutan konservasi yang memiliki banyak manfaat bagi
kehidupan di pesisir maupun di daratan. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem
yang langka di muka bumi ini. luas ekosistem mangrove di muka bumi hanya sekitar 2 % dari luas permukaan Bumi.
Ekosistem mangrove yang ada di
wilayah Indonesia merupakan ekosistem mangrove
terluas. Pada Peraturan Daerah Kabupaten Badung disebutkan bahwa, kawasan
hutan bakau (mangrove) merupakan
kawasan TAHURA (Taman Hutan Rakyat) dimana pada kawasan ini tidak dapat
dihilangkan. Hutan mangrove yang
terdapat pada kawasan pesisir Kabupaten Badung adalah kawasan pesisir pada
wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Sebagaimana dikatakan dalam pasal 9-BAB
V-Keputusan Bupati Badung No. 639 tahun 2003 yang berbunyi “Kawasan Taman Hutan
Rakyat (Tahura), kawasan tahura yang ada sekarang tetap dipertahankan fungsi
sebagai hutan bakau dan dibuatkan jalan inspeksi sebagai batas fisik antara
tahura dan fungsi peruntukan lainnya”.
Kawasan
Tahura Ngurah Rai Bali atau kawasan hutan mangrove yang biasa disebut oleh BLH
(badan Lingkungan Hidup) sebagai Prapat Benoa merupakan wilayah ekosistem
mangrove terluas di Bali. Menurut data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BP DAS) Unda Anyar, luas total hutan mangrove yang masuk ke dalam kawasan
Kabupaten Badung dan Kota Denpasar ini memiliki total luas 1.373,5 hektar,
dimana luasnya lebih dari separuh luas seluruh kawasan ekosistem mangrove di
pesisir Bali yaitu 2.215,5 hektar. Kawasan ekosistem bakau terluas di Bali ini
merupakan kawasan konservasi. Ekosistem bakau di kawasan Prapat Benoa ini,
melewati enam desa di Denpasar yaitu Sanur Kauh, Sidakarya, Sesetan, Serangan,
Pedungan dan Pemogan. Dan yang melewati wilayah desa di Kabupaten Badung yakni
Kuta, Kedonganan, Tuban, Jimbaran dan Tanjung Benoa. Ekosistem bakau Prapat
Benoa ini membentuk Teluk Benoa yang merupakan ekoistem mangrove terluas di
Bali.
Ekosistem
mangrove yang berada di pesisir Kabupaten Badung dan Kota Denpasar ini memiliki
peran ekologi, sosial-budaya, ekonomi, dan konservasi. karena peran hutan
mangrove yang begitu banyak, maka tidak sedikit masyarakat melakukan aktivitas
pada kawasan tersebut. Baik itu kegiatan perekonomian, seperti menjadikan hutan
mangrove sebagai sumber mata pencaharian, ataupun kegiatan social-budaya
seperti melakukan upacara keagamaan.
Karena
begitu tingginya aktivitas manusia pada kawasan mangrove, tidak dipungkiri
dapat mengakibatkan kerusakan pada ekosistem mangrove. Baik itu kerusakan berat
maupun kerusakan ringan. Begitu banyak aktivitas manusia yang menyebabkan
kerusakan pada ekosistem mangrove. Seperti misalnya reklamasi kawasan hutan
mangrove untuk kepentingan manusia, penebangan mangrove untuk diambil kayunya,
melakukan pembuangan rumah tangga ke kawasan mangrove, dan pembukaan hutan
untuk dijadikan tambak.
Alih fungsi
lahan hutan mangrove sebagai tambak merupakan faktor utama penyebab
terdegradasinya hutan mengrove di dunia umumnya dan di Bali khususnya.
Begitu juga pada kawasan hutan mangrove Prapat Benoa ini, aktivitas tambak yang dikelola secara intensif hingga jauh ke daratan sehingga terbentuk sedimentasi dan menyebabkan areal tambak menjadi meluas karena wilayah berlumpur menjadi meluas, sehingga areal untuk kawasan hutan mangrove menjadi berkurang. Aktivitas pertambakan yang dilakukan masyarakat sekitar secara nyata mempengaruhi keberadaan ekosistem mangrove di sekitarnya. Saat ini, tidak ada lagi ekosistem mangrove alami. Ekosistem mangrove yang kini ada merupakan ekosistem mangrove yang sengaja diupayakan oleh pemerintah, masyarakat maupun instansi-instansi lain.
Begitu juga pada kawasan hutan mangrove Prapat Benoa ini, aktivitas tambak yang dikelola secara intensif hingga jauh ke daratan sehingga terbentuk sedimentasi dan menyebabkan areal tambak menjadi meluas karena wilayah berlumpur menjadi meluas, sehingga areal untuk kawasan hutan mangrove menjadi berkurang. Aktivitas pertambakan yang dilakukan masyarakat sekitar secara nyata mempengaruhi keberadaan ekosistem mangrove di sekitarnya. Saat ini, tidak ada lagi ekosistem mangrove alami. Ekosistem mangrove yang kini ada merupakan ekosistem mangrove yang sengaja diupayakan oleh pemerintah, masyarakat maupun instansi-instansi lain.
Reklamasi
pantai untuk kepentingan industri, permukiman, pariwisata, maupun pembangunan
aksesibilitas telah banyak dilakukan pada kawasan hutan bakau Prapat Benoa ini.
Aktivitas pelabuhan bagi nelayan yang cukup tinggi seperti kedatangan perahu
nelayan menyebabkan riak air laut yang dapat mengganggu pemantapan bibit
mangrove dan menggerus lumpur yang ada. Kegiatan ini tentu akan menimbulkan
pencemaran pada ekosistem mangrove. Sedimentasi yang terjadi akibat lumpur yang
menumpuk ini sebenarnya dapat meningkatkan luasan areal ekosistem mangrove.
Namun, jika penumpukan lumpur atau sedimentasi ini terjadi dalam skala yang
besar dan luas, maka hal ini akan merusak ekosistem mangrove karena
tertimbunnya akar napas tanaman mangrove oleh lumpur. Selain itu, sedimentasi
yang terjadi secara besar-besaran akan mengakibatkan lahan rawa menjadi
daratan. Sedimentasi yang terjadi dalam skala yang luas dapat mendorong semakin
banyaknya aktivitas pertambakan pada kawasan ini, karena pola masyarakat yang
terus membuka lahan tambaknya ke arah laut
dan pertumbuhan mangrove. Perluasan daratan ini pada dasarnya tidak akan
memperluas ekosistem mangrove yang ada, kecuali adanya pengawasan yang ketat
oleh masyarakat sekitar maupun instansi pemerintah ataupun pengelola kawasan
ini. Perluasan aktivitas tambak ke arah laut dapat menyebabkan tambak-tambak
lama terletak jauh dari bibir pantai sehingga menyebabkan perubahan siklus
pergerakan air sehingga air tidak dapat menggenangi kawasan tersebut dan
tanaman mangrove menjadi mati. Disinilah perlunya manajemen pertambakan yang
baik agar tidak merusak ekositem mangrove yang telah digunakan dalam aktivitas
pertambakan.
Pencemaran
yang terjadi pada kawasan daratan maupun perairan di wilayah hutan bakau Prapat
Benoa ini dapat merusak kawasan mangrove.
Karena kawasan ini merupakan ekoton
atau batas antara laut dan daratan. Pembuangan limbah rumah tangga maupun
industri begitu besar terjadi di sini, mengingat pada kawasan sekitar ini baik
wilayah Sanur maupun Kuta Selatan merupakan kawasan pariwisata dimana aktivitas
perhotelan maupun sarana penunjang pariwisata lainnya sangat tinggi. Limbah
cair seperti minyak maupun limbah rumah tangga dan sampah dapat menutupi akar
mangrove sehingga tanaman tidak dapat melakukan respirasi dengan baik dan pada
akhirnya menyebabkan kematian pada tanaman mangrove.
Penebangan hutan
mangrove untuk pembukaan areal tambak maupun untuk diambil kayunya memberikan
andil bagi kerusakan ekosistem mangrove.
Penebangan tanaman mangrove untuk
pembukaan lahan untuk dibangun baik itu pembangunan dalam rangka peningkatan
aksesibilitas (pembangunan jalan), tempat pembuangan akhir, pembangunan
pelabuhan dan pengolahan limbah cair dapat menggerus luasan kawasan hutan
mangrove ini. Penebangan hutan yang tidak lestari menyebabkan kerusakan berat
pada ekosistem mangrove.
Sebagai
kawasan hutan mangrove terluas di Bali, kerusakan yang terjadi di kawasan hutan
mangrove Prapat Benoa ini juga paling luas dibandingkan kerusakan hutan
mangrove pada daerah lainnya di Bali. Menurut data BP DAS Unda Anyar, luas
hutan Mangrove yang mengalami kerusakan berat di kawasan hutan mangrove Prapat
Benoa mencapai 253 hektar, dibandingkan dengan kawasan hutan mangrove di
Perancak dan Tuwed, Jembrana dimana kerusakan hutan mangrove mencapai sekitar
29,5 hektar dan pada kawasan hutan bakau di Sumberkima dan Pejarakan mencapai
seluas 31 hektar.
Kerusakan
yang terjadi pada kawasan hutan bakau di Prapat Benoa ini sebagian besar
terjadi karena tingkat alih fungsi lahan yang tinggi. Dari luasan kawasan hutan
mangrove 1.373,5 hektar, seluas 165,58 hektar diperuntukkan sebagai jalan, TPA
(Tempat Pembuangan Akhir), Pengolahan limbah cair, pelabuhan, dan lain-lain.
Dan kerusakan akibat penebangan hutan sebesar 8,11 hektar.
Menurut
wilayah, kawasan hutan mangrove di Kabupaten Badung dalam kondisi rusak berat
sekitar 22,83 persen dan di Kota Denpasar sekitar 13,13 persen. Lokasi-lokasi
hutan mangrove di kawasan Prapat Benoa yang mengalami kerusakan berat yaitu
Tanjung Benoa, Benoa, Serangan, dan Pedungan. Pada kawasan ini, kerusakan berat
terjadi akibat aktivitas pariwisata yang tinggi, hiruk pikuk pelabuhan, dan
pencemaran akibat tempat pembuangan akhir di sekitar hutan tersebut.
Kerusakan
ekosistem mangrove pada kawasan Prapat Benoa sebagian besar akibat aktivitas
pertambakan, alih fungsi lahan, penebangan hutan, dan pencemaran akibat limbah
rumah tangga. Untuk melindungi hutan bakau dari ancaman kepunahan pada kawasan
Prapat Benoa khususnya dan Bali umumnya, diperlukan pengelolaan dan pengawasan
yang baik dari masyarakat sekitar, pemerintah, maupun instansi-instansi
terkait. Demi lestarinya ekosistem mangrove yang akan melindungi makhluk hidup
yang ada di dalamnya dari ancaman bencana alam.
Sumber
data: balipublika.com
0 komentar: